VoiceIndonesia.co, Jakarta – Teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menjadi suatu alat yang harus diwaspadai karena dapat menciptakan hoaks.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan mengatakan hal tersebut sudah terbukti dengan video Presiden tahun 2015 yang diedit menggunakan AI.
Dimana video Jokowi diedit seolah-olah berpidato menggunakan bahasa mandarin.
“Video yang beredar tersebut disertai narasi ‘Jokowi berbahasa Mandarin’. Itu hasil suntingan yang menyesatkan,” kata Semuel, Jakarta, Kamis, 26 Oktober 2023.
Menurut Dirjen Semuel, hasil penelusuran Tim AIS Kementerian Kominfo menemukan kesamaan dengan video yang diunggah oleh kanal YouTube The U.S. – Indonesia Society (USINDO) pada 13 November 2015 lalu.
“Secara visual, video tersebut identik, tetapo telah disunting sedemikian rupa yang diduga memanfaatkan teknologi artificial intelligence (AI) deepfake,” ungkapnya.
Semuel menjelaskan bahwa dalam video sebenarnya, Jokowi tidak berpidato menggunakan bahasa Mandarin.
Baca Juga: WNA di TKP Tewasnya Petugas Imigrasi Pernah Dideportasi
Dilansir dari laman Kementerian Komunikasi dan Informatika, Sabtu, 28 Oktober 2023, Menkominfo Budi Arie Setiadi memaparkan tiga langkah strategis dalam memberantas hoaks terlebih saat menjelang Pemilu 2024.
“Pertama, Kami akan lakukan peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya hoaks Pemilu dan pentingnya memverifikasi informasi dari sumber yang dapat dipercaya,” kata Budi, Jumat, 27 Oktober 2023.
Kementerian Kominfo juga akan melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan penyelenggara platform media sosial untuk mengindentifikasi dan menangani penyebaran konten hoaks Pemilu.
“Ketiga, Kementerian Kominfo meningkatkan upaya patroli siber dan penerimaan aduan masyarakat terkait hoak Pemilu,” kata Budi Arie.
Budi juga mengajak masyarakat untuk mengecek kebenaran berita untuk menanggulangi peredaran konten hoaks pemilu. Serta mengimbau masyarakat agar tidak terpancing berita sensasional yang berpotensi memicu emosi.
“Pastikan bahwa berita tersebut didasarkan pada fakta yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan hanya berdasarkan opini subjektif,” kata Budi Arie Setiadi.