VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga semester I tahun 2025 mencapai Rp 204,2 triliun atau setara 0,84% terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka ini melebar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatat defisit sebesar Rp 77,3 triliun atau 0,34% dari PDB.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pelebaran defisit disebabkan oleh kontraksi penerimaan pajak yang cukup dalam pada awal tahun 2025.
“Namun kita berharap pada semester II 2025 akan recovery,” tutur Sri Mulyani saat menyampaikan laporan sementara realisasi APBN hingga semester I 2025 di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Sri Mulyani menjelaskan, defisit tersebut terjadi karena realisasi belanja negara lebih besar dibandingkan penerimaan negara. Hingga akhir Juni 2025, total pendapatan negara tercatat sebesar Rp 1.201,8 triliun atau 40% dari target. Realisasi ini turun 9% dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 1.320,7 triliun.
Sementara itu, belanja negara hingga semester I 2025 mencapai Rp 1.406 triliun atau 38,8% dari target. Realisasi ini naik 0,6% secara tahunan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1.398 triliun.
Penurunan pendapatan negara disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya tren penurunan harga minyak mentah Indonesia (ICP), pengalihan dividen BUMN ke Badan Pengelola Investasi Danantara, serta kebijakan PPN terbatas atas barang mewah.
Di sisi lain, pertumbuhan belanja negara didorong oleh peningkatan alokasi untuk sektor pendidikan dan kesehatan, pemberdayaan desa dan UMKM, serta program prioritas nasional seperti ketahanan pangan dan energi, pertahanan semesta, dan hilirisasi industri.
Meski defisit melebar, Kementerian Keuangan mencatat keseimbangan primer masih mencatatkan surplus sebesar Rp 52,8 triliun hingga akhir semester I 2025.