Pandemi COVID-19 telah mengubah banyak hal. Salah satunya di bidang politik: Pemilu dengan protokol kesehatan.
Sejumlah negara lain di dunia terbukti berhasil menggelar Pemilu baik lokal maupun nasional. Korea Selatan, Inggris, Perancis, Jerman, Amerika Serikat, dan masih banyak lagi.
Tentu saja ada mekanisme dan aturan baru. Di Indonesia, sebanyak 270 daerah akan menyongsong pesta demokrasi lokal.
Ingat, pesta demokrasi kali ini harus dijalani dalam kondisi prihatin: tidak ada kerumunan, arak-arakan, konvoi apalagi kampanye umum di lapangan terbuka. Pesta demokrasi itu artinya, kita bebas memilih pemimpin. Makna pesta bukan berarti hura-hura, pesta pora, ajeb-ajeb. Bukan. Bukan itu.
Jangan lagi membayangkan seperti kebiasaan dalam setiap hajatan politik bernama Pemilu yang selalu menghadirkan panggung rakyat, konser menampilkan penyanyi dangdut yang seksi, atau hiburan lain yang selama ini digelar untuk mengundang masyarakat mendengarkan pada kandidat beserta juru kampanyenya menyampaikan visi, misi dan gagasannya.
Namun, bukan warga +62 Indonesia namanya jika aturan dibuat bukan untuk dilanggar. Ya, seperti yang disampaikan Bawaslu menurut hasil laporan di lapangan: sebanyak 243 bakal pasangan calon (bapaslon) diduga melanggar protokol kesehatan COVID-19.
Jumlah tersebut hampir setengah total Bapaslon yang telah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 678 Bapaslon. Ada yang arak-arakan, konvoi, berkerumun, tidak menggunakan masker dengan baik benar, tidak menjaga jarak, dan pelanggaran protokol kesehatan lainnya.
Mirisnya, pelanggaran tersebut dilakukan para kandidat dan ada yang melibatkan elit politik nasional, ulama terkemuka dan tidak sedikit para calon incumbent atau kepala daerah yang seharusnya menjadi teladan dalam pencegahan dan penanganan COVID-19.
Kementerian Dalam Negeri sebagai pembina dan pengarah Pemerintah Daerah telah menegur 53 Bapaslon incumbent yang terbukti melanggar protokol dengan melibatkan ratusan hingga ribuan orang pendukungnya saat mendaftar ke KPU.
Kemendagri dengan perannya menjadi POROS jalannya pemerintahan dan politik dalam negeri, meningkatkan pelayanan publik, menegakkan demokrasi dan menjaga integrasi bangsa tentu saja tidak tinggal diam dengan festival pertunjukan pelanggaran protokol yang dilakukan sekitar 243 Bapaslon sejak hari pertama hingga hari ketiga pendaftaran ke KPU.
Kemendagri, pada Senin (8/9), menginiasiasi rapat koordinasi (Rakor) dengan KPU RI dan Bawaslu RI dalam rangka mengevaluasi tahapan Pilkada dengan harapan Pilkada Serentak Tahun 2020 sukses dan bisa menjadi momentum mengoptimalkan upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19.
Pada kesempatan tersebut, dibahas juga evaluasi proses pendaftaran Bapaslon kepala daerah yang sudah berlangsung dan telah banyak terjadi pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 pada saat proses pendaftaran dan berharap hal tersebut tidak terulang kembali.
Kemendagri melalui Dirjen Otonomi Daerah dan juga Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum sudah melakukan rapat koordinasi dan evaluasi antara KPU, Bawaslu dengan jajaran Dirjen Kemendagri terkait pelaksanaan proses pendaftaran kepala daerah yang sudah berlangsung selama 3 hari kemarin.
Dalam Rakor tersebut membahas beberapa mekanisme yang bisa perbaiki dan ditegaskan kembali, bagaimana Bawaslu untuk lebih tegas dalam penindakan, dan memberikan dorongan kepada Bawaslu untuk segera melakukan proses penanganan pelanggaran proses pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 yang sudah terjadi, dan juga untuk memperkuat koordinasi, terutama dengan pihak Kepolisian dan juga Satpol PP.
Sebenarnya regulasi KPU sudah jelas dan terang benderang terksit larangan arak-arakan atau konvoi saat pendaftaran. Namun para Bapaslon bersama pendukungnya seperti abai, pura-pura tidak tahu atau tidak memiliki komitmen untuk bersama-sama mencegah COVID-19 dan mensukseskan Pilkada 2020 yang demokratis dan aman COVID-19.
Atau bisa jadi, para Bapaslon Kepala Daerah gagal paham dengan tafsir aturan dilarang berbondong bondong saat pendaftaran hanya sebatas di dalam gedung KPU Daerah. Namun di luar gedung atau proses pengantaran hingga di pintu gerbang gedung KPUD, itu tidak masalah untuk dilakukan arak-arakan pendukung.
Jadi wajar saja jika hampir setengah Bapaslon melanggar aturan tersebut, seolah-olah tidak ada pandemi COVID-19 dan seakan-akan, COVID-19 dalam anggapan mereka bukan virus yang menakutkan, sehingga mereka para Bapaslon dengan santuynya berada di tengah kerumunan bersama para pendukungnya.
Semoga parade pelanggaran protokol yang dilakoni sebagian besar Bapaslon tanggal 4, 5, 6 September kemarin saat mendaftar ke KPU menjadi yang terakhir kalinya. Dan masyarakat berhak menandai siapa saja Bapaslon pelanggar protokol kesehatan akhir pekan kemarin.
Ya, jangan salahkan masyarakat jika tidak akan memilih para calon Kepala Daerah yang tidak becus mengatur pendukungnya yang hanya puluhan, ratusan atau ribuan orang. Karena, belum menjabat saja sudah gagal memberikan TELADAN kepada rakyatnya.
Terlebih, para Bapaslon pelanggar itu diragukan komitmen penanganan COVID-19, karena dari hal yang prinsip saja: mematuhi aturan protokol kesehatan saat mendaftar ke KPU, mereka tidak bisa!
Oleh: La Ode Ahmadi Tokoh Pemuda Muna, Sulawesi Tenggara